Isenk - Juli, 2010

Huuhh. Liburan telah berakhir. Kini aku mulai bersekolah lagi. Aku senang karena sekarang aku naik ke kelas 6. Yeyy! Bentar lagi ngerasain UN deh.

Aku melangkah memasuki ruang kelas baruku ini. Ku amati keadaan sekitar. Masih sepi. Aku pun segera mencari bangku kosong. "Ada bangku nganggur di pojok hehe." batinku bersorak girang.

Seiring berjalannya waktu, kelas ini mulai ramai. Tiba–tiba orang di sekitarku berteriak histeris.

"Ada apa sih, Dam?" tanyaku sedikit berteriak pada Adam –teman kelasku dulu.

"Ada pangerannya sekolah ini." Jawabnya singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari komik yang ia baca. Aku membeku. Pangeran sekolah? Dia masuk kelas ini? Apa aku bermimpi?

Aku tahu dia siapa. Dia teman sekelasku sewaktu aku di bangku kelas 4. Aku pisah kelas ketika kelas 5. Dan sekarang? Rasanya seperti bermimpi. Aku sekelas dengannya –lagi. Cinta monyetku.

Agustus, 2010

Sudah sebulan aku duduk di belakangnya. Selama sebulan itu juga aku menghabiskan waktu memandangi tubuhnya yang atletis. Meskipun masih kelas 6, tapi anak di kelasku memang sebagian besar bongsor–bongsor. Menurut teman–temanku, hanya aku yang bertubuh mungil. Tinggiku sekitar 140 cm, sementara beratku 35. Rata–rata, temanku tingginya 150 cm. Aku kadang minder sendiri.

Kriing! Kringg! Bel pulang telah dibunyikan. Aku segera merapikan buku. Ami –si ketua kelas- mulai memimpin doa sebelum pulang. Selesai. Semua temanku berhamburan keluar. Dan… ah! Tinggal aku dan pangeran sekolah ini.

"Hai…"

Deg! Hei! Dia menyapaku. Aku segera tersadar dari keterkejutanku. "Hai juga," balasku tersenyum canggung.

"Kamu Fika, kan? Teman kelas 4-ku dulu?"

"Hehehe… iya, Yo,"

Wah, dia tahu namaku! Perutku serasa digelitiki oleh kupu–kupu cantik. Hari yang menyenangkan. Untuk pertama kalinya aku, berbicara dengannya. Dengan cinta monyetku.

November, 2010

Belakangan ini aku mulai dekat dengan Rio –si cinta monyetku. Hampir setiap hari, kami selalu pergi ke kantin ataupun ke perpustakaan bersama. Dan setiap kali, ada belajar kelompok, kami juga memilih untuk bersama.

"Sekarang, Ibu beri tugas kelompok maksimal 2 orang. Tugasnya tulis nama ilmiah tumbuhan di sekitar sekolah ini. Waktunya 30 menit. Mulai dari sekarang!"

"Siap, Bu!"

Teman–temanku mulai keluar kelas bersama pasangannya masing–masing. Aku masih menyiapkan alat tulis. Kulihat Rio melangkah menghampiriku.

"Pika, ayo bareng!" ajaknya santai. Aku melotot.

"Riooo! Pake ef, bukan pe! Ish!" aku menggurutu kesal.

"Hehehe… maaf, Pi… eh Fika," Rio mengancungkan jari telunjuk dan tengahnya ketika sadar aku seakan–akan ingin menerkamnya.

"Huh, ya udah yuk keluar." Kami pun mulai mengerjakan tugas yang diberi Bu Leli tadi.

April, 2011

Try Out, Ujian Sekolah, Ujian Praktek, dan ulangan–ulangan lainnya bertubi–tubi menyerang kami. Aku hampir saja masuk rumah sakit karena terlalu belajar keras. Saat ini, aku tengah berbaring di sofa ruang keluarga. Huh, tinggal menunggu UN saja sekarang.

"Mbak, kamu ganti baju dulu gih. Biar capenya juga hilang." Ibuku menghampiriku sambil membelai rambut panjangku.

"Iya, Bu." Aku mencium pipi Ibuku sebelum beranjak ke kamar mandi.

Ah iya, karena keluargaku keturunan orang jawa. Dan memang aku anak pertama, jadi aku dipanggil mbak oleh keluargaku.

Matahari mulai tenggelam sedikit–sedikit. Tiba–tiba, Ibuku mengetuk pintu kamarku.

"Mbak Fika, ada Rio tuh di depan. Katanya mau belajar bareng,"

Hah?! Astagfirullah! Aku baru ingat, tadi sebelum pulang sekolah, aku dan Rio memang janjian belajar bersama. Aku langsung menyambar buku Matematika serta alat tulis. Huh! Untung gak ketiduran. "Iyaa, Bu."

Aku menghampiri Rio yang berada di ruang tamu. Ku kira masih diluar.

"Hai, Yo! Maaf lama, aku lupa tadi hehehe," aku menyengir.

"Kebiasaan kamu tuh!"

Deg! Tahu dari mana dia kalau aku pelupa? Aku terpaku menatapnya.

"WOY!" Aku tersadar begitu Rio berteriak tepat di telingaku.

"Eh, iya. Ayo belajar," Kami mulai seruis pada soal–soal di hadapan kami.

Mei, 2011

"Jadi, angka ini itu dibagi terus dibagi lagi, nah habis itu pecahan di belakang tanda bagi dibalik letak angkanya. Terus tanda baginya diubah jadi kali," jelasku ke Rio. Rio mengangguk–angguk. Ku lanjutkan penjelasanku.

"Jadinya, 21/4 dikali 2/5 sama dengan 42/20. Kemudian disederhanakan jadi 21/10. Ngerti?"

"Aku ngerti! Thanks, Fika cantik," Rio mencubit kedua pipiku gemas. Aku hanya meringis saja.

"Gak nyangka, senin besok udah UN aja. Bentar lagi kita semua pisah," Aku tertunduk sedih mendengar lirihan Rio.

Juni, 2011

Ujian Nasional telah lama usai. Belakangan ini, aku jarang ngobrol bareng Rio. Jujur, aku sedih ketika mengetahui bahwa Rio sengaja menjauhiku. Aku tidak mengerti mengapa ia melakukan hal itu. Apa salah aku?

"Hai, Fika!" Aku mencari sumber suara tadi. Dan kudapati teman sekelasku senyum–senyum sendiri.

"Ada apa, Bil?" tanyaku datar.

"Kamu tahu? Ri-"

"Gak tahu," aku potong perkataan Billa. Billa manyun. "Ish! Jangan dipotong dulu!"

"Lah, tadikan kamu nanya kamu tahu, ya aku jawablah," kataku polos.

"Hufff… dengar ya, Fika." Aku mengangguk. Billa meneruskan perkataannya yang terputus,

"Kemarin kan Rio SMS aku." Aku menegang. Billa melirikku, "Terus ya kesempatan aku tanya–tanya, kenapa kalian agak menjauh gitu. Dia akhirnya curhat sama aku. Dia bilang, dia sayang sama kamu. Dia gak siap kalau harus pisah nanti."

Jderrr! Aku tercekat mendengarnya. Rio, cinta monyetku, sayang sama aku. Aku lemas sekali. Billa masih terus menggodaiku. Aku hanya diam. Tiba–tiba, Rio lewat di depan kami –aku dan Billa. Aku tahu dia melihatku yang diam layaknya sebuah patung. Aku merasa tubuhku terhuyung kedepan. Ah sial! Ternyata aku didorong Billa mendekati Rio. Kulihat Rio hanya tersenyum tipis, kemudian pergi. Saat itu juga pertahananku hancur. Aku buru–buru menghapus air mataku yang tiba–tiba mengalir. Bila segera memelukku. "Aku tahu, kamu juga sayang Rio, kan?"

Januari, 2014

Waktu terus berjalan tanpa merasa lelah. Sudah hampir 3 tahun aku tidak bertemu dengannya. Terakhir ketika perpisahan SD itu. Sampai saat ini aku masih belum bisa melupakannya. Sekarang aku sudah duduk di bangku 3 SMP. Apa kabar kamu, Rio? Aku mendesah pelan.

Tok! Tok! Pintu kamarku terbuka, ada Ibuku di sana.

"Mbak, temenin ke Mall yuk!"

"Oke, aku ganti baju dulu ya, Bu." Ibu mengangguk dan segera berlalu.

Sesampainya di Mall, aku langsung menuju ke toko buku. Ibu ke toko kosmetik. Aku mulai mencari novel yang menarik menurutku. Tringg! Akhirnya novel yang kucari aku dapatkan -Love Command: The First Fall by Janice Nathania. Tiba–tiba ada yang mengambil novel ini. Aku menoleh ke orang tersebut. Deg! Rio.

"Fika?" Aku tersenyum kikuk. Tanpa disangka, Rio memelukku begitu erat. "Aku kangen sama
kamu, Fi."

The End

By: Firdaus Fitri