Isenk - Ustad M, 39 tahun, diduga mendoktrin para santri perempuan yang belajar di pesantren miliknya untuk menghilangkan batasan aurat di antara mereka. Menurut penuturan korban dan saksi, M selalu meminta para santriwati memanggilnya ayah dan meminta mereka tidak malu bila ia melihat atau menyentuh tubuh mereka.
"Ayah sering berkata kepada kami: ‘kita ini satu keluarga, perlakukan ustad seperti ayah kalian sendiri, panggil saya ayah’," ujar S, salah satu pelapor.
Hari ini, Kamis, 17 September 2015, perbuatan M itu dilaporkan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
Dengan menggunakan kedok panggilan “ayah” tersebut, menurut pengakuan para korban, M mulai mendekati para santriwati dan melakukan pelecehan seksual, pencabulan, hingga bersetubuh.

Veronica Koman, pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, menilai M menggunakan motif sebutan “ayah” agar para korban merasa memiliki kedekatan dengannya. Selanjutnya. setelah para santri perempuan merasa dekat, maka M memanfaatkan kedekatan itu untuk memanipulasi dan melecehkan mereka.
"Karena hubungan ayah dan anak ini membuat pelaku berkata bahwa tidak ada lagi aurat yang harus ditutupi di antara mereka. Kemudian si pelaku mulai merelaksasi, memijit korban, dan melakukan tindakan yang lebih jauh, seperti pencabulan dan sebagainya," kata Veronica.
Berdasarkan penuturan para saksi dan korban, mereka tidak berani melawan perbuatan M itu. "Padahal, saya sadar, tapi untuk bergerak enggak bisa. Akhirnya saya cuma bilang, ‘sudah ayah’, itu yang membuat dia kemudian berhenti," tutur salah satu santri perempuan yang menjadi korban dugaan pelecehan seksual. Selain dia, ada sejumlah santriwati lain yang mengaku menjadi korban M.