Saat Hampir Malam Di Jogja


Isenk - Sore itu saya lagi asyik browsing di Waroeng Mbak Lastri Ngayogyakarta Hadiningrat. Sambil Ngopi tentu saja bermanja-manja dengan mendoan dan pisang goreng khas buatan mbak Lastri, maksudnya gorengannya mbak'e Lastri yang hmmm....kinyis-kinyis tenan masbro !

Saat itu juga alunan lagu keroncong keluar dari loudspeaker Audax built up Japan punya. Gandem dan jernih suaranya, maklum mbak Lastri selalu minta advis ke saya mengenai audio dan hal-hal yang berbau seni.

Matahari hampir meninggalkan bumi Jogja, dan waroeng lumayan rame. Lagu Sepasang Mata Bola mengumandang syahdu, dan alam pikiran saya tergelitik diganggu oleh lagu itu.

Terkenang dan Mengenang Sepasang mata bola diciptakan oleh Ismail Marzuki (1946), lagu keroncong populer ini dinyanyikan oleh artis keroncong wanita Indonesia: Sundari Soekotjo.

Mendengarkan lagu keroncong ini menjadi teringat dengan kenangan Kisah Gadis Semalam di Jogja. Tapi itu masa silam yang tak perlu dibahas mendetail, walaupun sebenarnya kisah itu begitu romantis dan eksotis hehehe. 

Kisah lagu keroncong Sepasang Mata Bola ini  sebenarnya menceritakan pertemuan tak sengaja antara seorang perwira pahlawan dengan seorang gadis yang memikat hatinya.

Namun saya tak jelas cerita sesungguhnya, karena saya belum pernah ketemu langsung dengan pencipta lagu tesebut yaitu Mbah Ismail Marzuki dan hanya mendengar cerita dari pak guru SD saya.

Nih pemirsa lagunya: Klik disini.

Lirik Lagu Sepasang Mata Bola

Hampir malam di Jogja
ketika keretaku tiba
Remang remang cuaca 
terkejut aku tiba tiba 
Dua mata memandang
seakan akan ia berkata 
Lindungi aku pahlawan 
daripada sang angkara murka

Reff:
Sepasang mata bola.. 
dari balik jendela 
Datang dari Jakarta.. 
nuju medan perwira  Kagum ku melihatnya 
Sinar sang perwira rela 
Hati telah terpikat 
Semoga kelak kita berjumpa pula

Back to Reff (Versi 2)

Pergilah pahlawanku 
Jangan bimbang ragu 
Bersama doaku


Pemirsa, Waroeng disini selalu banyak pengunjung dari kalangan pelajar, mahasiswa, intelektual maupun kuli bangunan dan tukang becak, membaur jadi satu tak ada diskriminasi kelas dan selalu segar dengan obrolan.