Isenk - Nana adalah anak tuna netra. Ia tidak bisa melihat apapun di dalam hidupnya. Warna-warni hidupnya hanya hitam, kelam. Dulu, sebenarnya Nana belum tuna netra. Semenjak kecelakaan, mata Nana menjadi rusak dan tidak bisa berfungsi. Kecelakaan itu terjadi saat umur Nana menginjak angka 9 tahun. Sekarang umur Nana 12 tahun.

"Ahahaha. Lihat, tuh! Ada anak buta!" Ejekan itulah yang selalu didapat Nana. Nana hanya dapat memendam rasa sedihnya.

Dulu, ia bercita-cita menjadi pelukis terkenal. Sekarang, kandaslah mimpi kecilnya itu. Nana menyesal karena dulu ikut Ayahnya untuk membeli ayam goreng di sebuah restoran. Kini, ia tidak dapat sekolah. Ia hanya mengurung diri di kamar. Seringkali ia berdoa, agar matanya itu dapat melihat kembali. Nana juga sangat ingin melihat kembali warna-warni dunia yang sempat dimilikinya. Ia ingin melihat keindahan alam Malam hari. Ingin melihat kembali pasir putih dan air jernih di pantai. Ingin kembali melihat wajah teman-teman manisnya. Nana hanya dapat melihat itu semua di dalam mimpi.

Hari ini, hari Minggu yang ceria. Nana hanya terdiam di ranjangnya. Perutnya terasa lapar, tapi ia memang sedang tidak ingin makan. Nana masih berangan-angan.

"Sudahlah, Dik. Kalau mimpi itu jangan terlalu tinggi, kalau jatuh sakit, loh," ledek Mas Agung, Kakak sulung Nana. Nana hanya terdiam.

"Kalau Mas Agung ada di posisiku sekarang, pasti Mas Agung akan banyak bermimpi!" cetus Nana seraya menangis. Mas Agung tidak peduli dan semakin mengejek Nana.

"Ahahaha. Mas Agung kan, anak baik. Mana mungkin mendapat cobaan!" elak Mas Agung, tertawa sambil menumpahkan gelas berisi air tepat di atas rambut Nana. Nana menjerit.

"Mama! Papa!" jerit Nana sambil memecahkan gelas yang dipegang Mas Agung. Mama dan Papa segera masuk ke dalam kamar Nana.

"Agung! Mau apa kamu di situ?!" bentak Papa. "Oh, Nana! Kamu diapakan sama kakakmu?"

"Hiks. Nana disiram air, Pa!" adu Nana sambil menangis tersedu.

"Idih! Siapa juga? Dari tadi aku di sini ngelawak terus," kilah Mas Agung sambil berusaha melawak. Mama menggeleng, tanda tak percaya.

"Kalau kamu melawak, kenapa Nana nangis?" Mama berusaha bijak. Mas Agung terdiam.

"Sudah, sudah. Nana, ayo ke Rumah Sakit Anggrek," Papa menggandeng tangan Nana.

Tak lama, mereka sampai di rumah sakit. Nana dan kedua orangtuanya naik lift menuju lantai 4.

"Permisi, apakah ada yang ingin mendonorkan mata untuk anak saya?" Mama mendekati seorang suster.

"Oh, apakah anak Ibu bernama Nana Hanifah?" Suster itu membuka buku catatan. "Maaf, Bu, belum ada. Mohon bersabar, mudah-mudahan besok sudah ada,"

"Begitu, terima kasih suster," Mama mengangguk-angguk.

"Maaf, Sayang. Besok kita kembali lagi, ya," hibur Papa sambil mencium kening Nana. Nana mengangguk lesu.

"Ma. Memangnya ada yang mau mendonorkan mata untuk Nana?" tanya Nana pelan, ketika berada di mobil. Mama tersenyum.

"Suatu saat nanti, pasti ada," Mama memeluk Nana dengan pelan. Nana tersenyum tipis.

"Nana ingin melihat senyum Mama, Papa. Nana ingin lihat keindahan alam," Nana kembali berangan-angan. Mama tersenyum mendengar mimpi Nana.

"Pasti, Nana." Kembali, Mama memeluk Nana.

"Terima kasih, Ma." Nana menangis dalam pelukan Mama. Mama menenangkan Nana.

"Iya, sekarang kita ke restoran Italia, yuk!" ajak Papa sambil memutar stir mobil ke arah kanan. Nana mengangguk sambil mengusap air matanya.

"Mbak, pesan es cappuccino 2, milkshake strawberry 1, pizza Italia-nya 9 potong, dan burgernya 3," ucap Papa pada pramuniaga restoran.

"Baik, tunggu sebentar," Pramuniaga itu pun berjalan menuju dapur.

Tak lama, pesanan mereka datang. Nana melahap makanannya dengan semangat. Setelah selesai, ia dan Mama Papanya pulang ke rumah.

"Huft! Cape," keluh Nana sambil menghempaskan badannya ke kasur. Karena lelah, Nana tertidur pulas.

"Sayang," Mama mengetuk pintu Nana pelan, lalu masuk begitu saja. Mama membangunkan Nana.

"Ayo, Sayang. Ada yang mau mendonorkan matanya untuk kamu," bujuk Mama dengan muka berseri-seri. Nana langsung bangun dan mandi.

"Wah, cantik sekali," puji Papa. "Ayo ke rumah sakit,"

Mereka pun berangkat menuju rumah sakit. Setelah beberapa menit dipertimbangkan, akhirnya operasi mata dimulai. Nana merasa takut sekaligus senang.

"Ma, Pa, semoga Nana bisa melihat kembali, ya," ujar Nana, sebelum operasi dimulai. Mama mengangguk, sedikit menangis.

Operasi yang menurut Nana cukup menyeramkan itu pun dimulai. Nana berusaha tenang dan tidak takut. Dokter Herlambang sudah memberikan obat bius kepada Nana. Operasi selama 3 jam itu, berhasil. Mama dan Papa bersyukur. Nana pun dapat melihat kembali. Ia sangat senang. Impiannya terwujud. Warna-warni dunianya kembali. Ia dapat melihat raut wajah riang anak-anak, cahaya rembulan dan Matahari, serta tanaman hias yang indah dan harum.

"Ma, Pa. Terima kasih, sudah mendukungku agar tetap bersemangat hidup," ujar Nana sore itu.

"Bolehkah Nana bersekolah?"

Mama tersenyum. "Tentu saja, dunia ini milikmu sepenuhnya. Mama dan Papa akan terus membahagiakan Nana,"

Nana tersenyum bahagia. Kini, dunia terasa seindah pelangi.

By: Katrina Pradnya Assyifa