Selembut Belaian Sutra
Isenk - Di tengah kebimbangan hati antara berjalan atau berhenti aku mulai berpikir mengapa aku sekarang jadi begini? Ku begitu ingin memelukmu untuk yang terakhir kalinya agar nanti aku dapat bertahan meski tanpamu lagi. Namun semua itu mungkin hanyalah harapanku yang akan sirna diterpa angin semilir. Dahulu yang ku ketahui aku sangat tergantung pada Mama, bahkan untuk makan pun aku masih sering minta untuk disuapi, meskipun aku sadar bahwa aku kini sudah dewasa. Kasih sayang seorang Ibu memanglah tak akan tergantikan. Dan aku ingin selalu di samping Mamaku. Tapi mungkin Tuhan berkehendak lain padaku. Mamaku pergi selamanya dan tak akan bisa untuk ku manjai lagi.
Kini rasanya aku hanya tinggal sendiri. Semenjak Ayahku menikah lagi dengan Bibi Retno aku mulai merasakan kurang perhatian dari Ayah. Ayah jarang di rumah, ia lebih memilih untuk tinggal di rumah Bibi Retno dari pada ia harus menemaniku di rumah. Terkadang Bekti datang ke rumahku untuk menemaniku akan tetapi akhir-akhir ini ia jarang datang ke sini. Mungkin saja ia sedang sibuk dengan pekerjaannya, aku pun juga harus mengerti tentangnya.
Malam itu aku merasa tidak enak badan. Tadinya aku berpikir ini hanya batuk biasa dan akan sembuh bila ku bawa istirahat. Tapi keesokan harinya bukannya sembuh tapi semakin parah. Ada darah saat aku batuk, aku takut tapi aku juga tak ingin merepotkan orang lain. Aku berusaha untuk tenang dan mencoba untuk baik-baik saja dengan beraktivitas seperti biasanya. Aku pergi ke kampus sendiri dengan tujuan aku tak ingin merepotkan Bekti. Saat di kampus aku merasa pusing dan tiba-tiba aku batuk tanpa bisa ku kendalikan lagi.
Hari-hariku sekarang rasanya berbeda, kesehatanku seperti berkurang dan berat badanku pun ikut turun. Yang tadinya 54 kg kini hanya tinggal 45 kg. Aku merasa sesak napas saat beraktivitas agak berat. Memang aku akui akhir-akhir ini jadwalku sangat padat karena sebentar lagi aku akan ujian skripsi.
Siang itu aku tak ada jam di kampus, karena dosenku sedang pergi ke luar negeri. Aku mempunyai ide untuk membuat kejutan pada Bekti, aku ingin datang ke kantornya. Tapi sebelum itu aku ingin membuatkannya nasi goreng dulu untuk makan siang. Setelah ku buatkan nasi goreng aku bergegas untuk pergi. Setelah aku sampai aku langsung masuk ke dalam ruangan Bekti tanpa aku mengetuk pintu terlebih dahulu. Nasi goreng yang ku bawa langsung jatuh berceceran di lantai.
Aku kaget kenapa Bekti begitu tega padaku. Aku benar-benar melihat dengan jelas kejadian tersebut, saat Bekti memeluk Lesty -patner kerjanya. Aku berlari ke luar dengan hati yang penuh dengan kekecewaan. Bekti mengejarku, tapi bukan untuk minta maaf padaku melainkan dia malah memarahiku karena aku tidak mengetuk pintu saat masuk ruangannya. Aku mencoba untuk menjelaskan apa yang ku rasakan tapi Bekti mengelakku. Ia mengatakan bahwa dia dan Lesty hanya sebatas teman tidak lebih. Aku minta maaf padanya namun sepertinya dia marah padaku. Aku memeluknya tapi ia melepaskan pelukanku dengan alasan dia harus bekerja kembali.
Akhirnya aku pulang dengan hati yang terluka. Di rumah nampak ramai, mungkin saja Ayah pulang tapi terdengar suara perempuan, ternyata ia adalah Bibi Retno, dia mencari sertifikat rumah.
Akhirnya ku serahkan sertifikat itu karena aku takut dengannya. Saat itu juga aku mulai batuk lagi dan akhirnya Bibi Retno tahu. Aku minta agar ia tak memberi tahu Ayahku. Sendi memintaku untuk memeriksakan kesehatan, karena memang kondisiku saat ini memang sudah tidak memungkikan bila minggu depan wisuda. Dengan diantarkan Sendi aku pergi ke dokter, dan ternyata dokter mengatakan aku kini tengah menyidap kanker paru-paru stadium 2. Tapi aku minta Sendi untuk tidak memberitahu kepada siapa-siapa tentang hal ini.
Setelah wisuda, aku tak ingin untuk menganggur di rumah. Aku mulai mencari pekerjaan dengan melamar di sebuah perusahaan. Tapi sulit juga ya mencari pekerjaan, nggak seperti semudah yang aku bayangkan. Di saat yang seperti ini aku berharap penyakitku tak akan kambuh lagi, tapi hal tersebut adalah kebalikannya. Saat aku belum mendapat pekerjaan penyakitku kambuh lagi dan rasanya kali ini badanku sudah lemas sekali. Saat itu Bekti datang ke rumahku dengan membawakan bubur hangat. Saat itu ia sangat perhatian sekali denganku. Aku sangat beruntung mendapat kekasih seperti Bekti. Tapi Bekti tidak mengetahui aku sedang sakit kanker paru-paru.
Penyakit ini kian lama kian menggerogoti kesehatanku. Badanku menjadi kurus dan pucat. Ayahku mulai curiga dan aku dipaksa untuk periksa ke dokter. Akhirnya aku harus dirawat di rumah sakit. Saat itu sedang parah-parahnya. Handphone-ku tak ku aktifkan dan setelah ku aktifkan ada 20 sms dari Bekti dan 5 sms dari Sendi. Mereka menanyakan bagaimana keadaanku namun sepertinya Bekti marah padaku karena memang sudah 1 minggu aku tidak sms Bekti. Sebenarnya aku bertahan hanya untuk orang-orang yang aku sayangi dan menyayangiku.
Saat itu aku hanya terbaring di rumah sakit dan mendengar kabar bahwa Bekti sudah akan tunangan dengan Lesty. Ya Tuhan.. apa ini memang jalan takdirku? Sebelum mereka tunangan mereka datang untuk menjengukku sekaligus minta doa restu dariku. Rasanya aku sudah tidak kuat lagi. Ingin rasanya aku menangis mendengar semua pernyataan ini, akan tetapi aku turut bahagia dengan itu semua karena Bekti tak akan sedih bila aku pergi dan sudah memiliki pengganti yang lebih baik dari pada aku.
"Tolong jaga Lesty baik-baik dan jangan sampai dia sakit hati, sayangilah dia setulus hatimu." Pesanku pada Bekti dengan menahan air mata.
Bekti tersenyum dan memegang erat tanganku, seakan berusaha untuk menguatkan hatiku. Tapi kenyataannya aku masih belum rela untuk menerima kenyataan bahwa Bekti sudah bukan milikku lagi. Selama 3 tahun kami bersama kini ia meninggalkanku tanpa ada kata putus dan kini ia sudah bersama wanita lain. Sekarang aku harus belajar untuk merelakan Bekti dan mulai hidup tanpa dia.
"Reta, kamu mau jalan-jalan?" tanya Bibi Retno padaku.
"Tidak Tante, aku ingin di rumah saja." Jawabku dengan nada yang agak pelan, sedikit merasa tidak enak badan. Mungkin penyakit ini muncul lagi. Namun aku tak ingin orang-orang di sekitarku menjadi sedih melihat keadaanku yang seperti ini. Aku berusaha untuk tidak merepotkan orang lain. Meskipun sebenarnya Bibi Retno tidak keberatan jika harus mengurusku.
Malam itu ketika kami makan malam bersama, tiba-tiba aku merasa tenggorokanku tidak enak. Aku batuk dan seperti biasanya diiringi dengan darah. Ayahku mengetahui hal tersebut dan langsung membawaku ke Rumah sakit. Awalnya aku menolak tapi akhirnya aku mau juga. Kata dokter penyakitku kini kian merambat. Yang dulunya masih di stadium 2 kini menjadi stadium 3. Sebenarnya aku takut tapi berusaha tenang agar orang-orang di sekitarku tidak terlalu menghawatirkan aku.
Di rumah sakit aku mendapat perhatian yang lebih dari Ayah dan Bibi Retno, juga saudara tiriku -Radit. Radit membawa teman kerjanya untuk menjengukku. Namanya Radho, dia sangat baik padaku. Setiap kali ia kemari pasti ia membawakan nasi pecel kesukaanku. Hingga pada suatu ketika ia menyatakan cinta padaku, namun kali itu aku menolaknya karena aku takut ia kecewa denganku. Namun ia tetap perhatian padaku, dia selalu menjengukku setelah pulang dari kantor.
Semakin hari kesehatanku bukannya membaik tapi malah memburuk, aku meminta agar dirawat di rumah saja daripada di rumah sakit, meskipun aku tahu Ayah masih mampu untuk membiayai pengobatanku di rumah sakit. Saat aku berkemas untuk pulang Radho datang dan mengatakan bahwa ia akan ada tugas kantor di Malaysia. Ia berpamitan kemudian ia pergi. Sebenarnya aku sedih ia pergi, namun tak apalah. Aku sudah menganggapnya sebagai Kakakku sendiri. Sekarang aku hanya dapat terbaring di kamar. Dan tak bisa beraktivitas seperti dulu lagi. Aku menangis meratapi semua ini. Aku belum bisa membuat Ayahku bangga dan bahagia yang ku perbuat malah merepotkan mereka. Ya Tuhan berikanlah Ayahku kesabaran. Aku sangat menyayanginya. Dan aku mau Ayah akan bahagia bila nanti aku sudah tiada.
Pagi-pagi aku sudah bangun, aku ingin membantu Bibi Retno untuk masak di dapur. Tapi kali itu Bekti datang ke rumah membawakanku cokelat. Dia mengucapkan selamat ulang tahun padaku, padahal aku sendiri sudah lupa dengan hari lahirku sendiri. Dia mengajakku untuk jalan-jalan. Aku mau karena aku memang benar-benar merindukan Bekti. Dia mengajakku ke taman. Dia menceritakan semua perasaannya padaku.
"Sebenarnya aku sangat mencintaimu Reta" ucap Bekti padaku. Aku tersenyum lalu ku jawab.
"Lesty?" dia memotong jawabanku, dan ia memelukku.
"Benar aku memang bersama Lesty tapi ketahuilah aku sangat mencintaimu, aku ingin bersamamu." Aku marah dengannya karena Bekti sudah mengingkari janjinya padaku dan mengacewakan Lesty.
"Kamu nggak boleh seenaknya pergi ninggalin Lesty, dia sayang sama kamu, kamu harus sama dia. Aku gak apa-apa kok sayang." Ku kecup pipi Bekti dan aku pergi ninggalin dia di taman itu.
Sejak saat itu aku tak menghubungi Bekti lagi. Aku ingin menjauh darinya. Di saat yang bersamaan Radho menghubungiku dan menanyakan keadaanku namun tak aku balas karena aku sedang dirawat di rumah sakit lagi. Saat itu aku mengalami sakit yang luar biasa. Rasanya sudah cukup sampai di sini perjalan hidupku ini. Aku sudah tak sanggup lagi meskipun sebenarnya aku masih ingin bersama orang-orang yang aku sayangi. Sebelum aku pergi untuk selamanya aku meninggalkan sedikit goresan tanganku untuk orang-orang yang ku sayangi terutama Bekti.
"Aku sayang kalian semua, untuk Bekti tetaplah menjadi bintang yang bersinar dalam hatiku." Itulah kata terakhirku.
Dan kini aku merasa bebas setelah semua terluapkan, aku bisa pegi dengan tenang. Kini tuntas sudah perjalanku yang penuh dengan liku, aku telah sampai pada pemberhentian itu. Kini semua ku serahkan pada kalian bagaimana akan mengenangku nanti. Kenangan yang indah atukah sebaliknya.
SELESAI
By: Linda Ayu Margyareta