Mengenal Asal Usul Arah Kiblat di Masjid Qiblatain di Madinah

Isenk - Mari sedikit mengenal tentang sejarah dari Masjid Qiblatain di Madinah, semua isi artikel dibawah ini admin kutip dari laman Tribunnews.com. Selamat membaca.

 Suara azan berkumandang dari Masjid Qiblatain di Madinah, Minggu (23/8/2015). Jam sudah memasuki ibadah salat Asar.

Kendaraan yang ditumpangi rombongan wartawan yang tergabung dalam Media Center Haji (MCH) berputar di perempatan jalan dan masuk ke pelataran parkir masjid tersebut. Suasana tidak terlalu ramai, usai mengambil air wudu, Tribunnews.com sudah tertinggal dua rakaat. Hanya ada dua saf jmaah yang salat saat itu.

Usai salat, Tribunnews.com dan rombongan pun beristirahat sambil memandangi rak-rak buku yang terbuat rapi dari kayu bercat putih dengan desain gaya khas Islam. Tampak petugas kebersihan langsung membersikan karpet merah dengan alat penyedot debu.

Masjid Qiblatain berada di Madinah tepatnya di tepi Jalan Wadi Aqiq menuju kampus Universitas Madinah. Masjid tersebut awalnya bernama Masjid Salamah karena dibangun di atas bekas rumah Bani Salamah.

Jarak dari Masjid Nabawi ke masjid tersebut kurang lebih tujuh kilometer. Masjid Qiblatain dibangun di atas bukit kecil di utara Harrah Wabrah. Halaman masjid tersebut cukup luas, banyak pohon berderet rapi di sisi trotoar. Lahan parkir di masjid ini luas. Di dekat masjid ada taman yang ditumbuhi rumput serta pohon-pohon.

Bangunan yang memiliki dua kubah serta dua menara tersebut terkenal akan sejarahnya yang menjawab asal usul arah kiblat kenapa mengarah ke Baitullah di Masjidil Haram.

Tribunnews.com mencoba menyusuri masjid tersebut. Bila kita masuk dari Jalan Wadi Aqiq kita tinggal memilih mau masuk lewat tempat wudu pria atau naik tangga langsung ke pelataran menuju ke dalam masjid.

Wartawan masuk melalui pintu dari arah pelataran parkir masjid yang berada di sebelah selatan. Sebuah pintu kayu berwarna cokelat akan mengarahkan kita langsung ke sebuah lorong menuju tempat wudu pria. Lorong tersebut tembus ke depan masjid yang berada di sebalah utara tepatnya Jalan Wadi Aqiq.

Dari tempat wudu kita bisa langsung ke ruang utama masjid melewati tangga yang mengarahkan kita menuju pintu utama masjid. Pintu-pintu kayu akan terlihat saat kita memasuki masjid. Hampir sama dengan masjid-masjid lainnya di Madinah di mana selalu tersedia rak sandal dan sepatu di dekat pintu masuk ruang utama masjid.

Suasana di dalam masjid sungguh sejuk. Terhampar karpet empuk warna merah sebagai alas jemaah menunaikan salat. Di sana-sini ada rak-rak buku bercat putih untuk menyimpan Alquran yang menempel ke dinding. Sebuah mimbar kayu berada di samping kanan tempat imam memimpin salat. Tiang-tiang penyangga bercat putih menjulang tinggi ke atas menopang atap dan lantai dua masjid yang biasa digunakan untuk kaum hawa menjalankan ibadah.

Melihat ke langit-langit tampak cekungan kubah yang dihiasi gaya arsitek khas Islam di mana di tengah-tengah cekungan menggantung lampu hias besar melingkar. Melihat ke lantai dua tampak dindingnya tertutup kayu dan tepat sejajar dengan tempat imam sebuah ukiran sejadah berwarna putih di atas dinding lantai dua masjid.

Masjid ini memang tidak terlalu ramai seperti masjid Nabawi dan Kuba yang banyak dikunjungi jemaah haji dan umrah. Biasanya bila berziarah ke Madinah, masjid ini hanya dilewati dan ditunjukkan saja oleh para pemandunya.

"Jemaah jarang di bawa ke sini karena keutamaannya tidak seperti masjid Kuba atau Masjid Nabawi," kata Ridwan yang mendampingi wartawan.

Masjid yang didominasi cat putih tersebut menjadi awal arah kiblat mengarah ke Masjidil Haram di Mekah. Sebelumnya kiblat umat Islam mengarah ke Baitul Maqdis atau Masjidil Aqsha di Yerussalem. Berubahnya arah kiblat dari Masjidil Aqsa ke Masjidil Haram terjadi saat Rasullullah sedang menunaikan salat Zuhur. Ketika itu, Rasulullah salat berjemaah bersama para sahabat, tiba-tiba ketika salat zuhur sudah berlangsung dua rakaat, turun wahyu Allah Surat Al-Baqarah ayat 144.

Mendengar wahyu tersebut, Rasulullah Saw dan para shahabat langsung memindahkan arah kiblatnya dengan memutar arah badan 180 derajat. Peristiwa perpindahan kiblat tersebut dilakukan tanpa membatalkan salat. Rasullulah dan para sahabat langsung melanjutkan rakaat berikutnya.

Turunnya ayat tesebut sebagai jawaban atas doa Rasullulah yang mengharapkan dipindahkannya kiblat dari Masjidil Aqsa ke Masjidil Haram. Masjidil Aqsa atau Al Quds ditetapkan sebagai kiblat untuk sebagian nabi yang berasal dari bangsa Israel. Al Quds berada di sebelah utara, sementara Baitullah di Mekah berada disebelah selatan sehingga keduanya saling berhadapan.

Doa Rasulullah yang menginginkan kiblat pindah ke Masjidil Haram dikarenakan adanya cemoohan dari kaum Yahudi dan Nasrani dan orang-orang kafir atas arah kiblat ke Yerusalem, sehingga Rasulullah Saw berdoa dan meminta Allah agar arah kiblat dipindahkan.

Inilah sejarah kiblat mengarah ke Masjidil Haram dan akhirnya Masjid Salamah pun berganti nama menjadi Masjid Qiblatain. Memang bangunan masjid memiliki dua arah mihrab satu sisi menghadap ke arah selatan yang menunjukjan kiblat mengarah ke Baitullah di Mekah, sementara di sisi lain menghadap ke arah utara yang menunjukkan masjid mengarah ke Palestina.

Setelah direnovasi pemerintah Arab Saudi, masjid tersebut dibangun dengan fokus arah kiblat ke Baitullah dengan dibuatnya kubah utama di sebelah selatan.Sementara kubah kedua dibuat lebih kecil yang ditujukan hanya sebagai pengingat sejarah saja. (trbn)