Isenk - Eh pemirsa, ternyata tidak semua pasangan hanya menikah atas kehendak bersama ya. Buktinya di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, awal Oktober selewat bulan purnama dilalui oleh sepasang lelaki dan perempuan dewasa yang dinikahkan paksa karena berpacaran selewat pukul 21.00.
Peristiwa itu terjadi di Desa Cijunti, Kecamatan Campaka, baru-baru ini -- Tempo memberitakannya (Jumat, 2/10/2015) lalu. Pemaksa pernikahan adalah aparat desa diperkuat hansip.
Landasan hukum aparat desa adalah Peraturan Bupati Purwakarta No. 70/2015 tentang Daerah Berbudaya yang berlaku mulai 1 Oktober lalu di 193 desa dan kelurahan.
Menurut Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, 70 persen desa sudah membuat peraturan desa berdasarkan Perbup. Atas nama kebudayaan, Perbup itu didukung oleh CCTV -- entah berapa banyak di setiap desa.
Di Cijunti, korbannya adalah seorang duda yang kedapatan tiga kali mengunjungi seorang janda di rumahnya melebihi batas waktu.
"Dia (duda) sudah tiga kali diperingatkan, tapi membandel," kata Kepala Desa Cijunti Toha. "Ya, sudah, dikawinkan saja. Daripada mereka berzina."
Perbup Daerah Berbudaya juga diterapkan di Desa Cilandak, Kecamatan Cibatu. Sepasang orang muda diperingatkan karena berpacaran melewati batas waktu.
Bila menilik Perbup, waktu berpacaran diatur dalam Pasal 6. Akan tetapi perihal sanksi bagi pelanggar, itu diserahkan kepada peraturan desa (Pasal 10). Artinya, nikah paksa tak disebut dalam Pergub.
Meskipun begitu, sebagai wacana lisan nikah paksa itu ada. "Kalau yang pasangan usia 17 tahun, lalu wakuncarnya melebihi jam 21.00 WIB maka akan disuruh kawin paksa," kata Bupati Dedi (Republika, Jumat 4/9/2015).
Awal September lalu, ketika Perbup terbit, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj berkomentar, "Ya itu pencerahan sebenarnya, gimana kalau (pacaran) itu mengakibatkan kehamilan dan hal-hal lain. Karena dalam Islam, kehormatan perempuan jadi hal yang didahulukan sebagai bagian dari perlindungan." (Tribun Jabar, Jumat 4/9/2015)
Sebagai praktik tanpa hukum tertulis, sebagian masyarakat Indonesia sudah lama mengenal istilah "kawin hansip". Pasangan dinikahkan oleh aparat desa atau kelurahan, dan kadang disaksikan oleh anggota Pertahanan Sipil. Misalnya enam tahun lalu di Pamekasan, Madura, Jawa Timur (Detik, Selasa 20/10/2009).
Dari serangkaian kasus nikah paksa atas inisiatif pengurus lingkungan itu muncullah ungkapan "jodoh di tangan hansip" -- ada yang menyingkatnya "Johan".